Covid-19 Meningkat China Kembali Lockdown, Warga Panik

Covid-19 Meningkat China Kembali Lockdown, Warga Panik

Covid-19 Meningkat China Kembali Lockdown, Warga Panik – Pandemi Covid-19 ternyata dibeberapa Negara tidaklah seratus persen lenyap. Distribusi vaksin kapada masyarakat masih digencarkan. Kebijakan semua kegiatan yang menyangkut urusan publik warga harus sudah divaksin. Wabah yang menyerang semua orang ini menjadi bencana secara global. Kasus Covid-19 kembali naik di China, berikut berita-berita yang membahas keadaan di sana saat ini.

1. Warga Chengdu, China panic buying
Sepekan terakhir kasus Covid-19 di China kembali naik hingga 700 kasus. Hal ini menyebabkan kembalinya ditutup wilayah Chengdu. Kota dengan totol 21 juta jiwa menyerbu market, pasar, toko dan swalayan untuk membeli bahan makanan dan persediaan kebutuhan menjelang lockdown.

Para warga membeli persediaan cukup banyak hingga memenuhi bagasi mobil. Kekacuan tercipta hingga warga merusak mesin untuk membeli pangan. Semua jenis daging ikan dan beras mereka borong. Pemerintah akan membatasi kegiatan seluruh warga, sehingga warga panik buying.

Pemerintah Chengdu mengumumkan kepada masyarakat untuk tetap berada di rumah mulai dari kamis sore hingga minggu untuk mengisolasi diri. Warga yang diizinkan keluar adalah warga yang wajib ikut tes Covid-19.

2. Ekonomi China
Dampak dari Covid-19 menjadi kegiatan ekonomi terganggu. Tidak terkecuali pada sektor manufaktur dan properti. Apalagi di China sektor ini yang menyumbangkan pada penghasilan negara. Penurunan ini disebabkan karena ketatnya kebijakan pemerintah dalam mengatasi Covid-19.

Proses produksi di China yang mulai ingin aktif, namun kurangnya pasokan listrik dan muncul kasus baru Covid-19 menyebabkan produksi terganggu. Pemakaian listrik dibatasi dengan menurunkan jumlah pemakaian dai 5 persen menjadi 4 persen. Hal ini dilakukan karena keprihatinan terhadap kondisi ekonomi sekarang.

Penurunan hingga dua kali lipat pada harga jual properti. Penurunan pada bulan Agustus adalah yang paling besar semenjak Covid-19 menyerang. Pemerintah berupaya dalam membangkitkan ekonomi dengan kebijakan-kebijakan ekonomi baru.

3. Perusahaan Amerika Serikat tunda investasi di China
Perusahaan yang berasal dari Amerika Serikat menunda untuk berinvestasi di China, hal ini dikarenakan kebijakan Covid-19 yang sangat ketat. Organisasi perdagangan terdiri dari AS dan China terdapat 117 perusahaan sebagai anggota. Hampir setengah anggota organisasi tersebut menunda investasinya di China.

Demi meredamkan kasus Covid-19 menyebabkan melambatnya pertumbuhan ekonomi pada negara ini. Karena sudah ada pembatasan aktivitas, kemungkinan perusahaan besarakan memberhentikan kegiatan produksi. Melihat dari sektor properti juga menurun drastis sebagai pertimbangan para investor.

Negara China merupakan pusat manufaktur dalam bidang Industri dan memiliki tempat wisata yang paling popular memberalukan lockdown setelah menemukan varian baru Covid-19. Dampak negatif yang tidak bisa dielak membuat perusahaan besar kembali merintis untuk pulih namun ada juga perlu waktu yang lama untuk bangkit kembali.
Dampak paling besar yaitu mempengaruhi kepercayaan dan pesimis terhadap perkembangan industri. Ketegangan AS-China dapat mempengaruhi investasi ke depan dan rantai pasok terganggu.

4. Lockdown Pasar Elektronik terbesar di Dunia
Kawasan Shenzhen di China adalah kawasan elektronik terbesar di dunia. Pemerintah membatasi kegitan di luar rumah dan penutupan tempat wisata dan pembelanjaan grosir. Kawasan Shenzhen adalah pasar elektronik terbesar di dunia. Pasar ini merasakan dampak pembatasan yang ketat. Hingga dapat menyebabkan pemangkasan proyeksi oleh para ekonom.

Beberapa daerah seperti pelabuhan dibagian Timur China juga diperintahkan untuk tetap diam di rumah hingga akhir pekan. Ini dilakukan ketika pemerintah menangani kasus Covid-19. Daerah Taijin sebanyak 13 juta penduduk wajib menjalani tes, hasil dari te ditemukan 51 kasus baru Covid-19. Ekonomi China tidak bisa terhindar dari merosotnya pemenuhan produk di pasar. Aktivitas ekonomi menjadi terhambat dan produk domestik hanyang meningkat 0,4 persen.

5. Jualan Starbucks hingga Adidas anjlok
Produk-produk terkenal yang menjual berbagai macam pemenuhan kebutuhan di China mengalami penurunan. Franchise seperti Starbucks menurun hingga 40 persen di China. Karena penurunan ini beberapa gerai ditutup yang terdampak Covid-19.

Merek fashion seperti Burberry, Richemont dan Adidas juga mengalami penurunan.begitu pula dengan Gucci menurun hingga 30 persen. Situasi yang dialami cukup sulit dengan pembatasan mobilitas. Namun banyak produsen meyakini pasar merupakan pasar terbesar.

6. E-commerce terbesar di China
Alibaba adalah perusahaan e-commerce terbesar di China juga merasakan pertumbuhan ekonomi yang semakin melambat. Pendapatan di bawah tekanan, sehingga e-commerce harus mencari jalan keluar. Perusahaan ini memperkecil pengeluaran dan memangkas biaya operasional. Penurunan pendapatan membuat e-commerce membatasi biaya produksi.

Selain menurunnya ekonomi, juga membuat jumlah karyawan turun hingga 5000 pada perusahaan yang berada di Shenzehen. Perubahan lingkungan makro akan tetap dan tidak berubah apabila keadaan sama.

7. Asian Development Bank memangkas pertumbuhan ekonomi Asia
Asian Development Bank (ADB) memangkas pertumbuhan ekonomi, hal ini disebabkan kebijakan Covid-19 dan perang Rusia-Ukraina yang menaikkan suku bunga di negara maju. Pertumbuhan ekonomi dari China hingga India akan meningkat 4,6 persen pada tahun 2022 dan tumbuh 5,2 persen pada tahun 2023.

China melaporkan bahwa pertumbuhan pendapatan negara 0,4 persen, angka ini jauh dari ekpetasi karena negara ini sedang mulai membangkitkan ekonomi. Penurunan ekonomi akibat Covid-19 masih jauh dari pemulihan, ditambah lagi inflansi yang membuat negara menaikkan suku bunga. Ada berkaca pada Dana Moneter Internasional yang menurunkan prospek ekonomi terbesar.

Informasi di atas menunjukkan wabah ini sungguh berdampak pada pertumbuhan ekonomi disetiap negara. Covid-19 mulai diatasi dengan pendistribusian vaksin pertama, kedua hingga booster. Hal ini untuk meningkatkan kekebalan manusia agar dapat beraktivitas kembali dalam membangkitkan perekonomian.